Judul di atas gue tulis
dari judul lagu salah satu penyanyi solo laki-laki di indonesia yang liriknya
bisa menggambarkan kisah gue dan kawan berantem gue sebelum perang batin terjadi
di antara kami.
Jujur sebenarnya gue ngga
ada kepikiran buat tulis pengalaman gue. Tapi entah kenapa gue jadi teringat
kisah gue bersama doi pas gue buka wa.
Ternyata ada panggilan tak terjawab dari doi. Sontak gue kaget plus senang. Ya
senangnya biasa aja, karena rasa gue sudah lama gue lupain.
Langsung gue tanya
“kenapa?” untuk merespon. Tanpa gue harus tunggu lama, dia pun membalas. Sayang
balasanya hanya sekedar kata “ngga ada”. Awalnya kesal pas baca, tapi gue coba
tarik nafas. “ Siapa tau kepencet”. Jadi gue balas aja “oke”. Gue ngga mau basa
basi atau bertanya lainnya. Terakhir gue tanya kabar dan aktivitasnya, si doi
berpikir gue masih ada rasa sama dia dan berharap balik. Padahal dalam hati
cuma silaturahmi. Akhir cerita, gue ngga pernah kontak dia lagi. Sampe salah
panggilan masuk terjadi.
Gue dan doi sebenarnya
teman dekat. Kami berteman sejak gue duduk di bangku semester 2 perkuliahan.
Awal gue bisa kompak sama doi sampe wisuda waktu gue nyapa duluan. Kesan
pertama baik, doi ngga sombong alias ramah. Tapi doi malah ngira kalo doi mirip
mantan gue. Padahal cuma mirip teman sd.
Singkat cerita ngga tau
kenapa, atau sebenarnya ada apa-apa dalam hati gue. Gue jadi care banget sama
doi. Setiap doi minta tolong sama gue, gue selalu bisa. Bahkan pernah pagi-pagi
doi datang ke kost gue yang notabennya gue belum bangun masih ngumpet dalam
selimut untuk minta tolong. Tanpa ganti baju dan cuma bermodal air untuk cuci
muka, gue temani doi buat pinjam sound system ke kampus.
Lama kelamaan gue jadi
kompak sama doi. Rasa yang gue simpan dalam hati gue terpaksa gue simpan waktu
gue tau doi suka sama teman satu fakultasnya. Sejak saat itu gue langsung
memotivasi diri gue bahwa menjadi orang terdekatnya sudah lebih dari memiliki
hatinya.
Sikap gue yang care banget
sama doi tidak bertepuk sebelah tangan. Si doi selalu ada buat gue 24 jam.
Sangking kompaknya gue sama doi dimana doi selalu stand by buat gue,
orang-orang sekitar gue ngira kami sudah jadian. Meski kami memberi klarifikasi
bahwa hubungan di antara kami hanya teman dekat, mereka menginginkan kami untuk
jadian.
Sampai waktu KKN tiba
dimana gue harus jauh dari doi selama 3 bulan. Gue dan doi jadi ngerasa sepi
dan kehilangan satu sama lain. Entah apa yang sebelumnya masuk ke kepala kami,
gue dan doi akhirnya jadian di akhir KKN. Tapi hubungan kami hanya bertahan 2
bulan. Sikap kekanank kanankkan kami sering memicu pertengkaran, yang gue pikir
hubungan gue sama doi ngga akan berhasil. Dan akhirnya kami mengakhiri hubungan
kami.
Akhir dari kisah cinta gue
sama doi bukalah akhir dari hubungan gue sama doi. Meski kami bukan lagi
sepasang kekasih, kami tetap sahabat sejati. Masih sering pergi makan bareng,
nonton bareng, dan pastinya curhat.
Sayangnya sikap doi
berubah pas gue balik ke kampung halaman dan doi berangkat KKN. Doi ngerasa gue
manfaatin dia doang dan ngga peduli, karena gue tinggal nunggu wisuda sedangkan
doi baru KKN. Doi berharap banget gue selalu ada di sampingnya.
Selesai wisuda gue resmi
pengangguran dan bingung dengan arah tujuan hidup. Akhirnya gue putuskan untuk
merantau di kota lain dan bukan di kota gue menuntut ilmu. Keputusan gue jelas
di tolak doi yang sejak awal ingin gue ada di samping doi sampai doi wisuda.
Tapi gue ngga bisa berlama-lama, banyak mimpi yang ingin gue capai.
Keputusan gue sudah final,
meski doi tetap mengecam gue. Kata egois berasa jadi nama tengah gue waktu
ambil keputusan itu. Berkali-kali doi datang ke gue dengan daftar lowongan
kerja, berharap gue ngga jadi pergi dan akan menemaninya. Tapi gue ngerasa gue
ngga akan berkembang bila bersama-sama. Dan inilah puncak keegoisan gue waktu
gue minta doi buat nemenin gue pergi di antara teman-teman gue yang ikut
anterin. Doi cuma bisa melihat gue dengan tatapan datar.
Komunikasi di antara gue
dan doi seperti orang asing yang tidak saling mengenal. Pertemanan yang kami
jalin selama hampir 4 tahun terasa hampa. Kami menjadi saling tidak mengenal. Bisa
saja dua orang asing yang berkenalan menjadi teman baru satu sama lain. Namun
hal tersebut tidak terjadi di antara kami. Jarak di antara gue dan doi sudah
sangat jauh. Tidak ada ruang kosong yang dapat gue tempati. Doi kecewa berat
sama gue, seakan gue pembunuh mimpi dan harapan.
Meski komunikasi di antara
gue dan doi seperti orang asing yang menanyakan alamat, kami masih dapat saling
menghubungi. Setidaknya hal ini dapat mendewasakan kami untuk merencanakan masa
depan.
Dan judul lagu yang gue
jadiin judul di atas menjadi pengingat gue untuk bersikap lebih terbuka di
banding egois yang idealis. Dan gue berharap untuk tidak kembali di pertemukan
olehnya.
Cerita gue ini bukan cerita baru di kalangan anak muda.
Bahkan di jaman sekarang, banyak pasangan yang berharap dapat bersama
sahabatnya dan menjalin hubungan dengan sahabatnya hingga jenjang pernikahan.
Sejatinya sahabat loe tau semua hal tentang loe dan dia tau apa yang terbenar
buat loe, karena yang terbaik belum tentu yang terbenar.
Gue harap ketika loe sudah merasa klop dengan sahabat loe
dari semua segi kehidupan, buatlah rencana masa depan bersama. Karena yang
tersakiti pasti tergores yang meniggalkan tanda. Dan yang pergi akan lupa jalan
kembali karena bumi tak pernah sama. Bahkan kesempatan kedua tidak akan pernah
menjadi kesempatan pertama.
Komentar
Posting Komentar